Selasa, 24 April 2012

Buku Nol Ekspresi

Seorang murid sekolah menengah pertama mengaku tak begitu suka membaca buku. Padahal ia  punya puluhan buku di rak dan sebagian di gudang rumahnya. Buku itu ia kumpulkan dari semenjak usianya masih begitu belia, enam tahun tepatnya ketika memasuki sekolah dasar kelas pertama. Ia mengaku bosan dengan semua buku yang dimilikinya. Ia menilai semua buku itu hanya terlihat bagus saat menjelang ulangan, dan tentu saja ujian sekolah. Hingga sehari-hari ia hanya mampu menatap barisan buku-buku itu tanpa ada hasrat untuk segera melahapnya.

Kata Ibu Bapak Guru seorang siswa harus gemar membaca. Membaca pangkal pandai. Namun kenyataan yang sering ditemukan pandai tak lagi menjadi sebuah pencapaian dari membaca, karena sang murid enggan menengok isi buku terkecuali di saat ia akan menghadapi ulangan. Ada apa dengan semua buku itu? Buku itu mungkin bergizi, kaya isi. Ya betul kaya isi, namun miskin ekspresi. Lihat saja mimik wajah sang murid saat membuka lembaran demi lembaran buku-buku yang miskin ekspresi itu. Matanya ingin segera beralih ke halaman lain, tak ada senyum kegembiraan, dan tentunya nol ekspresi.

Kini sang murid mulai merasa lega. Ia menemukan puluhan buku-buku yang lebih bergizi dari semua buku pelajarannya. Ia temukan banyak gambar makhluk hidup di buku yang baru saja dikenalnya. Namun sayang, buku yang terkesan seperti buku cerita itu tak dipandang baik keberadaannya oleh orang tua maupun gurunya. Mereka menganggap buku-buku cerita bergambar itu hanya membuat sang murid malas belajar. Sang murid menjadi semakin enggan membuka buku pelajaran, bahkan saat menjelang ujian. Tak ada yang menyangka bahwa buku cerita yang kaya ekspresi ini membuat sang murid lebih rajin membacanya. Tak cukup membaca, ia juga berlatih memikirkan semua gambar-gambar dan tulisan berwarna-warni yang menghiasi buku cerita di hadapannya. Ia tak ingin berpisah dari semua buku yang didambakannya itu. Ia hanya merasa takut jika buku-buku itu disita oleh orang tuanya dan digantikan dengan lebih banyak buku pelajaran yang menjemukan.

Sang murid berhasil menciptakan sebuah ikatan positif antara dirinya dan buku cerita bergambar yang baru ia temukan di toko buku. Pikirannya mulai bermain-main ke alam yang tak menentu, ke alam imajinasi yang tak terbatas. Buku cerita bergambar dan berwarna-warni telah membuat ia terus berpikir ke dunia tanpa batas. Emosi positif telah berhasil ia bangun. Emosi positif untuk membaca semua buku full eksoresi ini, buka buku-buku tanpa ekspresi yang tertumpuk di rak dan gudang rumahnya.


0 komentar:

Posting Komentar