Seorang murid
sekolah menengah pertama mengaku tak begitu suka membaca buku. Padahal ia punya puluhan buku di rak dan sebagian di
gudang rumahnya. Buku itu ia kumpulkan dari semenjak usianya masih begitu
belia, enam tahun tepatnya ketika memasuki sekolah dasar kelas pertama. Ia
mengaku bosan dengan semua buku yang dimilikinya. Ia menilai semua buku itu
hanya terlihat bagus saat menjelang ulangan, dan tentu saja ujian sekolah.
Hingga sehari-hari ia hanya mampu menatap barisan buku-buku itu tanpa ada
hasrat untuk segera melahapnya.
Kata Ibu Bapak Guru
seorang siswa harus gemar membaca. Membaca pangkal pandai. Namun kenyataan yang
sering ditemukan pandai tak lagi menjadi sebuah pencapaian dari membaca, karena
sang murid enggan menengok isi buku terkecuali di saat ia akan menghadapi
ulangan. Ada apa dengan semua buku itu? Buku itu mungkin bergizi, kaya isi. Ya
betul kaya isi, namun miskin ekspresi. Lihat saja mimik wajah sang murid saat
membuka lembaran demi lembaran buku-buku yang miskin ekspresi itu. Matanya
ingin segera beralih ke halaman lain, tak ada senyum kegembiraan, dan tentunya
nol ekspresi.
Kini sang murid
mulai merasa lega. Ia menemukan puluhan buku-buku yang lebih bergizi dari semua
buku pelajarannya. Ia temukan banyak gambar makhluk hidup di buku yang baru
saja dikenalnya. Namun sayang, buku yang terkesan seperti buku cerita itu tak
dipandang baik keberadaannya oleh orang tua maupun gurunya. Mereka menganggap
buku-buku cerita bergambar itu hanya membuat sang murid malas belajar. Sang
murid menjadi semakin enggan membuka buku pelajaran, bahkan saat menjelang
ujian. Tak ada yang menyangka bahwa buku cerita yang kaya ekspresi ini membuat
sang murid lebih rajin membacanya. Tak cukup membaca, ia juga berlatih
memikirkan semua gambar-gambar dan tulisan berwarna-warni yang menghiasi buku
cerita di hadapannya. Ia tak ingin berpisah dari semua buku yang didambakannya
itu. Ia hanya merasa takut jika buku-buku itu disita oleh orang tuanya dan
digantikan dengan lebih banyak buku pelajaran yang menjemukan.
Sang murid berhasil
menciptakan sebuah ikatan positif antara dirinya dan buku cerita bergambar yang
baru ia temukan di toko buku. Pikirannya mulai bermain-main ke alam yang tak
menentu, ke alam imajinasi yang tak terbatas. Buku cerita bergambar dan
berwarna-warni telah membuat ia terus berpikir ke dunia tanpa batas. Emosi
positif telah berhasil ia bangun. Emosi positif untuk membaca semua buku full
eksoresi ini, buka buku-buku tanpa ekspresi yang tertumpuk di rak dan gudang
rumahnya.
0 komentar:
Posting Komentar