Manusia
selalu ingin merasakan kebahagiaan dalam kondisi apapun. Bahkan ketika sedang
menghadapi cobaan yang tidak menyenangkan sekalipun, mereka berharap untuk
menemukan setitik kebahagiaan. Tawa dan senyuman menghiasi bibir sepanjang
waktu, tapi hal itu segera berubah tatkala sesuatu yang tak menyenangkan datang.
Sesuatu yang tak menyenangkan itu bak jelangkung, ia datang tak diharapkan.
Bagi seorang manusia, sangat sulit untuk mengubah raut muka yang muram menjadi
kembali bercahaya. Cobaan itu sangat sulit dihadapi hingga tak ada lagi
kekuatan untuk menggerakkan bibir dalam ekspresi sebuah senyuman.
Manusia
hidup dalam dimensi yang berbeda. Ia hidup dalam dimensi tempat dan waktu yang
beragam. Ia bertahan ketika sesuatu yang tak menyenangkan itu datang. Ia
mencoba hidup dalam keyakinannya bahwa ia harus bertahan menjadi seorang
khalifah hingga tiba saatnya pulang suatu hari nanti. Memang, sesuatu yang tak
menyenangkan itu belum pantas disebut sebagai cobaan. Sesuatu itu lebih pantas
disebut sebagai tantangan, karena barangkali baru para Nabi dan para pejuang
penegak kebenaran yang telah menghadapi sesuatu yang tak menyenangkan (baca :
cobaan) itu. Hingga mereka pun berkata “Kapankah
datang pertolongan Allah?”.
Semakin
beragamnya dimensi yang dilalui manusia memberikan konsekuensi linear akan
semakin bervariasinya tantangan yang mesti ia hadapi. Ia tak hanya hidup dalam
sangkar emas di rumah keluarganya saja yang memberikan kehangatan maksimum dan
belas kasih tiada putus. Manusia mesti hidup dalam dimensi yang rumit, hingga
ia pun harus selalu berpikir first think
first untuk menyiasati segala urusan agar terselesaikan dengan baik. Terselesaikannya
urusan dalam berbagai dimensi yang
beragam itu tak berarti membuat senyum di bibirnya kembali mengembang. Karena
perasaan dan mentalnya harus kembali diuji dengan berbagai penolakan dari orang
yang tak puas dengan kinerjanya.
Sang
khalifah telah berusaha dengan keras. Ia harus tetap tersenyum meski tantangan
yang ia hadapi belum ia selesaikan dengan sempurna. Di balik tekatnya yang kuat
untuk mewujudkan sebuah perbaikan yang konkret itu ia berusaha menggerakkan
bibirnya dalam sebuah untaian senyuman di hadapan manusia yang berinteraksi
dengannya. Berat rasanya menghadirkan senyuman itu tatkala tantangan belum
terselesaikan dengan sempurna. Namun sang khalifah tetap terus yakin dan
percaya bahwa Allah yang telah menunjuknya menjadi khalifah tak hanya menuntutnya
untuk mewujudkan perbaikan yang benar-benar riil. Allah menyaksikan pula,
tersenyum, bahkan menyiapkan berkah terselubung tatkala sang khalifah
menunjukkan tingkah polah, cucuran keringat, dan mempercepat jejak langkahnya
untuk menyelesaikan setiap tantangan dalam tiap dimensi dimana ia hidup.
pemimpin sejati menurutku bisa memimpin dan mengarahkan dan mendelegasikan wewenangnya,,
BalasHapussemangat para pimpinan