Minggu, 04 Maret 2012

Perjalanan Menemukan Berkah Terselubung


Manusia selalu ingin merasakan kebahagiaan dalam kondisi apapun. Bahkan ketika sedang menghadapi cobaan yang tidak menyenangkan sekalipun, mereka berharap untuk menemukan setitik kebahagiaan. Tawa dan senyuman menghiasi bibir sepanjang waktu, tapi hal itu segera berubah tatkala sesuatu yang tak menyenangkan datang. Sesuatu yang tak menyenangkan itu bak jelangkung, ia datang tak diharapkan. Bagi seorang manusia, sangat sulit untuk mengubah raut muka yang muram menjadi kembali bercahaya. Cobaan itu sangat sulit dihadapi hingga tak ada lagi kekuatan untuk menggerakkan bibir dalam ekspresi sebuah senyuman.

Manusia hidup dalam dimensi yang berbeda. Ia hidup dalam dimensi tempat dan waktu yang beragam. Ia bertahan ketika sesuatu yang tak menyenangkan itu datang. Ia mencoba hidup dalam keyakinannya bahwa ia harus bertahan menjadi seorang khalifah hingga tiba saatnya pulang suatu hari nanti. Memang, sesuatu yang tak menyenangkan itu belum pantas disebut sebagai cobaan. Sesuatu itu lebih pantas disebut sebagai tantangan, karena barangkali baru para Nabi dan para pejuang penegak kebenaran yang telah menghadapi sesuatu yang tak menyenangkan (baca : cobaan) itu. Hingga mereka pun berkata “Kapankah datang pertolongan Allah?”.

Semakin beragamnya dimensi yang dilalui manusia memberikan konsekuensi linear akan semakin bervariasinya tantangan yang mesti ia hadapi. Ia tak hanya hidup dalam sangkar emas di rumah keluarganya saja yang memberikan kehangatan maksimum dan belas kasih tiada putus. Manusia mesti hidup dalam dimensi yang rumit, hingga ia pun harus selalu berpikir first think first untuk menyiasati segala urusan agar terselesaikan dengan baik. Terselesaikannya urusan  dalam berbagai dimensi yang beragam itu tak berarti membuat senyum di bibirnya kembali mengembang. Karena perasaan dan mentalnya harus kembali diuji dengan berbagai penolakan dari orang yang tak puas dengan kinerjanya.

Sang khalifah telah berusaha dengan keras. Ia harus tetap tersenyum meski tantangan yang ia hadapi belum ia selesaikan dengan sempurna. Di balik tekatnya yang kuat untuk mewujudkan sebuah perbaikan yang konkret itu ia berusaha menggerakkan bibirnya dalam sebuah untaian senyuman di hadapan manusia yang berinteraksi dengannya. Berat rasanya menghadirkan senyuman itu tatkala tantangan belum terselesaikan dengan sempurna. Namun sang khalifah tetap terus yakin dan percaya bahwa Allah yang telah menunjuknya menjadi khalifah tak hanya menuntutnya untuk mewujudkan perbaikan yang benar-benar riil. Allah menyaksikan pula, tersenyum, bahkan menyiapkan berkah terselubung tatkala sang khalifah menunjukkan tingkah polah, cucuran keringat, dan mempercepat jejak langkahnya untuk menyelesaikan setiap tantangan dalam tiap dimensi dimana ia hidup.

1 komentar:

  1. pemimpin sejati menurutku bisa memimpin dan mengarahkan dan mendelegasikan wewenangnya,,
    semangat para pimpinan

    BalasHapus