Umat Islam telah lama mengimpor
ilmu-ilmu sosial dari barat, tidak terkecuali ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi telah
diajarkan sebagai sebuah obyek yang vital di seluruh sekolah formal dan
perguruan tinggi. Apa yang diajarkan tersebut tidaklah berbeda dengan apa yang
diajarkan sekolah-sekolah di barat. Jarang sekali ada upaya menganalisis
manfaat yang diperoleh barat sendiri maupun manfaat jangka panjang bagi dunia
Islam. Alih-alih menganalisis manfaat jangka panjang, umat Islam terlalu sering
mengadopsi secara penuh apa yang dilihatnya dari barat.
Dunia Islam telah lama mengadopsi semua
yang berbau barat mulai dari aspek politik, ekonomi, bahkan intelektualisme
yang terkesan tunduk pada barat. Wacana keilmuan, dalam hal ini ilmu ekonomi
yang diadopsi dari barat dipertahankan tanpa ada sterilisasi dari aspek materialis
dan sekuler. Hal ini pernah diduga oleh Ibnu Khaldun dalam karya
monumentalnya Muqaddimah, bahwa bangsa
yang terjajah selalu meniru mode
penjajah, baik dalam gaya busana, kendaraan, senjata dan penggunaannya, serta
jenis dan bentuknya, bahkan dalam semua aktivitas, kebiasaan dan perilakunya. [1]
Di sekolah maupun perguruan tinggi di negara muslim, ilmu
ekonomi seringkali diajarkan tanpa ada kritikan berdasarkan paradigma agama
Islam dan lebih parah lagi tanpa menyebutkan kontribusi yang telah disumbangkan
para cendikiawan muslim sekaliber Ibnu Khaldun. Para mahasiswa seringkali
mendengar Adam Smith (1723-1790) sebagai bapak ilmu ekonomi, Ricardo
(1772-1823), Malthus (1766-1830), Marshall (1842-1924), dan Keynes (1881-1946),
tetapi sekali lagi amat jarang mendengar kontribusi yang disumbangkan oleh
cendikiawan muslim karena seperti sudah diperkirakan, buku-buku ekonomi teks
barat tidak pernah menyebutkan tokoh-tokoh ini. Memang kesalahan ini terletak
sebagian pada pundak kaum muslimin karena tidak menekankan secara memadai
kontribusi-kontribusi kaum muslimin, juga terletak di pundak barat karena tidak
memberikan pengakuan kepada peradaban lain atas sumbangan yang diberikan kepada
perkembangan ilmu pengetahuan.[2]
Salah satu penulis sejarah pemikiran ekonomi Joseph
Scumpeter
misalnya, setelah membahas kontribusi bangsa Yunani-Romawi dalam tesisnya History of
Economic Analysis,
benar-benar
mengabaikan periode muslim dan ia melompat melewati “gap besar” dari “lebih
dari 500 tahun” menuju epos St. Thomas Aquinas (1225-1274)[3]. Scumpeter
menyimpulkan terjadinya great gap antara periode bangsa Yunani dan zaman
skolastik. Kesenjangan yang diperkirakan terjadi selama lebih dari 500 tahun
tersebut dianggap sebagai sebuah masa yang steril dan tidak produktif. Tesis
ini menyebabkan tercerabutnya teori ekonomi modern dari moral dan etis yang
telah dibangun oleh ilmuan muslim di abad XIII.
Scumpeter nampaknya tidak menengok ke
timur saat menulis tesisnya. Kesenjangan besar selama lebih dari 500 tahun yang
dianggap sebagai dark age pada bangsa barat justru merupakan masa
keemasan di dunia Islam. Abad pertengahan adalah masa keemasan bagi dunia
Islam. Pada abad ini, ilmu ekonomi telah dibangun secara teoritis oleh ilmuan
muslim meskipun tidak dalam satu bidang khusus ataupun dalam satu karya yang
utuh membahas ekonomi. Pecahan-pecahan teori ekonomi dengan mudah ditemukan
hampir di setiap karya ilmuan muslim ketika itu. Bahkan saat melihat karya
Saint Thomas Aquinas summa theologica misalnya, mengingatkan secara utuh
akan karya Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin.
Nama-nama lain seperti Ibnu Sina (Avicenna, w.428/1037) atau Ibnu Rusyd
(Avirroes, w.595/1198) juga muncul pada hampir di setiap halaman buku-buku yang
ditulis para filosof skolastik.[4]
Hal ini membuktikan bahwa kontribusi bangsa Yunani terhadap ilmu pengetahuan
dapat dinikmati barat berkat kontribusi yang kaya dari ilmuan muslim.
Andai Scumpeter menyadari bahwa sejarah
ilmu pengetahuan berlangsung secara kontinyu, karya yang telah disusunnya
tentunya tak akan menyebabkan blind spot dalam sejarah pemikiran
ekonomi. Jika perkembangan ilmu pengetahuan disadari sebagai sebuah bentuk
proses evolusioner yang berkelanjutan, maka ia tak akan menarik kesimpulan
adanya kesenjangan yang besar selama lebih dari 500 tahun. Karena justru ia
akan menemukan fondasi dimana sarjana barat dan filosof skolastik membangun menara intelektual
mereka.
Wallohu a’lam bishowab.
Referensi
Chapra,
Umer. 2001. Masa Depan Ilmu Ekonomi. Jakarta
: Gema Insani
Khaldun,
Ibnu. 2001. Muqaddimah. Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar.
Schumpeter, J.Aloys. 1954. History
of Economic Analysis. New York : Oxford University Press.
Dipublish di majalah Balans edisi Agustus 2012.
[1] Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2001), Cetakan Ketiga,
hlm. 237.
[2] Umer Chapra, Masa
Depan Ilmu Ekonomi, (Jakarta : Gema Insani, 2001). Cetakan Pertama. hlm.
218
[3] J.Aloys Schumpeter, History of
Economic Analysis, (New York : Oxford University Press, 1954). hlm. 73-74
[4] Chapra, Op.Cit., 219.
0 komentar:
Posting Komentar