Senin, 04 Juli 2011

Bekal Sang Khalifah

”Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat [tugas-tugas keagamaan] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. Al Ahzab 72)”

Manusia, sebagai salah satu maha karya Rabb semesta alam, ditakdirkan olehNya menjadi makhluk yang kontroversial. Betapa tidak, di tengah ketidaksanggupan makhluk lain untuk mengemban amanah menjadi wakil Allah SWT di bumi, manusia dengan gagah berani mendeklarasikan diri bahwa dirinya sanggup menjadi delegasi Allah SWT di dunia. Tugas-tugas seperti amar ma’ruf nahi munkar, jihad fisabilillah, menyelesaikan masalah kemiskinan umat, berlemah lembut terhadap kaum muslimin hingga bersikap keras pada para penyembah thaghut otomatis menjadi tanggung jawab setiap insan yang sejak awal telah menyanggupi untuk menerima tugasnya sebagai khalifatullah  fil ‘ardhi. Ini dari tugas tersebut tidak lain adalah demi menegakkan kalimat Laa ilaaha illallah di muka bumi ini.
 
” Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad 7)

Tidak perlu menyesali mengapa mesti manusia yang harus bersusah payah memakmurkan kehidupan di bumi. Tak perlu cemas pula ketika harus mendakwahkan tauhid di tengah kaum penyembah thaghut. Semestinya manusia bergembira karena di saat tugas sebagai khalifah di bumi dijalankan dengan baik dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT dan syarat manjadi khalifah berupa keimanan dan amal shaleh telah terpenuhi, maka Dia akan menolong sang khalifah dan meneguhkan kedudukannya berdasar keterangan ayat 7 surat Muhammad di atas. Mengapa sang khalifah diberikan kedudukan yang mulia di hadapan Allah? Hal ini sangat jelas karena mereka telah menolong Dien Allah. Sebaliknya, jika manusia mengkhianati tugas suci ini atau bahkan tidak punya kesadaran bahwa dirinya diciptakan untuk mengurus kehidupan di bumi, maka manusia tidak pantas marah jika Allah memasukkannya dalam golongan orang-orang zalim yang amat bodoh.
Dalam menjalankan misi suci sebagai khalifah, manusia diberikan tiga bekal penting oleh penciptanya. Bekal ini bernama akal, hati, dan jasad. Untuk yang pertama, yaitu akal. Akal berbeda dengan otak, karena otak merupakan benda biologis di tempurung kepala bagian belakang yang berfungsi untuk merekam, menyimpan, dan mengingat informasi yang berhasil ditangkap indera penglihatan dan pendengaran. Informasi yang tersimpan dalam otak kemudian dikelola oleh suatu zat yang bernama akal. Bekal khalifah yang kedua adalah hati. Hasil pengelolaan informasi oleh akal tadi kemudian diproses dalam hati. Karena itulah AlQur’an sering menyatakan bahwa kerja akal itu di dalam hati, sehingga tidak ada jeda waktu antara proses pengelolaan informasi di akal dan di hati. Hati sebagai decision maker setelah berhasil mengambil keputusan berupa tekad atau kehendak maka keputusan hati ini selanjutnya turun ke wilayah fisik menjadi sikap dan tindakan.
Tentang jasad atau fisik sebagai bekal khalifah yang ketiga, maka tugas utamanya adalah melakukan arahan akal dan keputusan hati / jiwa. Karenanya ia merupakan kendaraan bagi akal dan jiwa kita untuk mencapai tujuan. Para ulama mengatakan ” Jika engkau memiliki jiwa yang besar, niscaya ragamu akan lelah mengikuti kehendaknya”. Jadi, kendaraan ini harus di up-grade kemampuannya agar sanggup membawa beban dan arahan akal dan jiwa manusia.
Akal, hati, dan jasad semuanya adalah unsur dalam diri sang khalifah yang tak dapat bekerja sendiri-sendiri. Karena dari wilayah akal, sang khalifah akan menemukan cara berpikirnya. Sementara dari wilayah hati ia akan menemukan cara merasa, dan dari wilayah jasad ia akan menemukan cara berperilaku. Cara berpikir itulah yang kemudian menjadi visi, cara merasa itulah yang akan menjadi mental, dan cara berperilaku itulah yang kemudian menjadi karakter.
Ibarat suatu negara, hati sebagai pengambil keputusan adalah laksana seorang raja yang duduk di singgasana. Sementara akal yang kuat bak tentara raja. Jasad, yang notabene pelaksana arahan hati dan akal seperti rakyat jelata yang siap diatur oleh kedua pihak tersebut.